ASUHAN
KEPERAWATAN
DENGAN
SINDROM STEVEN JOHNSON
Disusun
Oleh :
Zul
Aziz Baehaqi
A01201709
PRODI
DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH
GOMBONG
TAHUN
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
A.
Definisi
Sindrom
Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada
kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993:
127).
Sindrom
Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi
kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982: 480).
Sindrom
Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula,
dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan
mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000:
136).
B.
Etiologi
Penyebab belum diketahui dengan
pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:
a)
Alergi obat secara sistemik
(misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)
·
Penisilline dan semisentetiknya
·
Sthreptomicine
·
Sulfonamida
·
Tetrasiklin
·
Anti piretik atau analgesik
(derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol)
·
Kloepromazin
·
Karbamazepin
·
Kirin Antipirin
·
Tegretol
b)
Infeksi mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur dan parasit)
·
Neoplasma dan faktor endokrin
c)
Faktor fisik (sinar matahari,
radiasi, sinar-X)
d)
Makanan
C.
Tanda
dan gejala
Sindroma Steven Johnson ini umunya terdapat pada anak dan dewasa, jarang
dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari baik sampai
buruk sampai kesadarannya spoor dan koma. Berawal dari penyakit akut dapat
disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk,
pilek dan nyeri tenggorokan. Trias Steven Johnson (Hudak & Gallo, 2010.
Hlm: 601) adalah :
a)
Kelainan kulit berupa eritema,
vesikel, dan bula yang kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas.
Purpura dapat terjadi dan prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan berat
kelainannya generalisata.
b)
Kelainan selaput lendir orifisium,
yang tersering ialah mukosa mulut (100%), orifisium genitalia eksterna (50 %), lubang hidung (8%), dan anus (4%).
c)
Kelainan mata (80%) yang tersering
konjungtivitis kataralis. Dapat terjadi konjungtivitis purulen, perdarahan,
simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.
d)
Selain kelainan tersebut dapat
terjadi kelainan lain, misalnya nefritis dan onikolisis.
D.
Patofisiologi
Menurut Ignatavicius, Workman (2008, hlm.1614), Syndrom Steven Johnson
disebabkan karena adanya trauma dan kelainan neurologis yang akan mengakibatkan
gangguan syaraf pernafasan dan otot pernafasan sehingga menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran alveolar kapiler. Karena gangguan tersebut dapat
menyebabkan adanya dua macam gangguan yaitu yang pertama yaitu apithelium
alveolar yang menyebabkan penumpukan cairan alveoli sehingga terjadi edema
pulmo sehingga penurunan comlain paru, cairan surfaktan menurun dan
mengakibatkan gangguan pengembangan paru sehingga terjadi ventilasi dan perfusi
yang tidak seimbang dengan penyakit hipoksemia dan hiperkpnia denga melakukan
tindakan primer tetapi menyababkan dampak ventilasi mekanik seperti resiko
infeksi dan resiko cedera. Sedangkan gangguan yang kedua adalah yaitu gangguan endothelium kapiler dengan cairan
masuk keintestinal sehingga peningkatan tahanan nafas dan kehilangan fungsi
silia saluran pernafasan dan bersihan jalan nafas tidak efektif.
E.
Penatalaksanaan
1.
Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup
diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan
lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan
tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis
permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari.
Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5
mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul
lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap
hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason
intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan
keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi
menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10
hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan
pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi,
misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah
garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat
dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak
tergantung berat badan).
2.
Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi
misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi
antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat
bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
3.
Infus dan
tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan
cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat
menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun.
Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila
terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi
darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang
disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula
ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
4. Topikal
Terapi topical untuk lesi di mulut
dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat
diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
Tes
diagnostic
A.
Pemeriksaan laboratorium:
Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat
membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.
B.
Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan
kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan
tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial
berat.
C.
Determine renal function and evaluate urine for blood.
D.
Pemeriksaan elektrolit
E.
Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika
infeksi dicurigai terjadi.
F.
Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy
(EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan
G.
Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis
H.
Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat
mendukung ditegakkannya diagnosa.
ASUHAN KEPERAWATAN STEVEN JOHNSON
A.
Pengkajian
1.
Biodata
Nama :
Tn. X
Umur :
30
Pekerjaan :
PNS
2.
Riwayat
kesehatan
a.
Keluhan
utama
Pasien mengeluh nyeri seperti panas terbakar.
b.
Riwayat
kesehatan sekarang
Pasien mengalami eritema, vesikel, bula dan terjadi purpura, berat badan menurun, sulit
menelan, tidak selera makan, nyeri
tenggorokan.
c.
Riwayat
kesehatan dahulu
Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.
d.
Riwayat
kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit
menular.
3.
Pengkajian
pola fungsional
1)
Pola
nafas
Sebelum sakit :
Pasien dapat bernafas dengan normal tanpa alat bantu
pernafasan.
Saat dikaji :
Pasien dapat bernafas dengan normal tanpa alat bantu
pernafasan.
2)
Nutrisi
Sebelum sakit :
Pasien mengatakan 3x sehari dengan porsi nasi
dengan lauk pauk seadanya dan minum air
putih 6-7
gelas.
Saat dikaji :
Pasien hanya menghabiskan setengah porsi makan
yang disediakan dari rumah sakit dan
mual muntah
ketika makan . minum air putih 5 gelas perhari dan
minum air teh.
minum air teh.
3)
Eliminasi
Sebelum
sakit : Pasien mengatakan biasa BAB 1
kali sehari dengan
konsistensi padat,warna kuning,BAK
4-5 x/hari
dengan warna kuning jernih.
Saat dikaji : Pasien mengatakan BAB 1 kali sehari
dengan
konsistensi lembek , warna kuning
kecoklatan,berbau
khas fese. BAK 4 – 7 kali sehari dengan warna
kuning keruh seperti teh.
4)
Pola
istirahat tidur
Sebelum
sakit : Pasien bisa tidur 7-8 jam/hari
tanpa ada gangguan
jarang tidur siang.
Saat dikaji : Pasien mengatakan tidak bisa tidur
semalaman dan
juga siang tidak bisa tidur.
5)
Pola
gerak dan keseimbangan
Sebelum
sakit : Pasien dapat melakukan kegiatan
dan aktifitas tanpa
bantuan orang lain.
Saat dikaji : Pasien tidak dapat bergerak bebas
karena badanya
nyeri. Aktivitas sehari – hari seperti
mandi, makan,
BAB, BAK dibantu perawat dan
keluarga.
6)
Personal
higine
Sebelum
sakit : Pasien mnegatakn 2x/hari dengan mengguanakan
sabun dan selau gosok gigi keramas 2x seminggu.
Saat dikaji : Pasien hanya diseka oleh keluarganya
pagi dan sore
hari.
7)
Berpakaian
Sebelum
sakit : Pasien memilih dan memakai secara
mandiri.
Saat dikaji : Pasien berpakaian dengan dibantu oleh keluarga.
8)
Mempertahankan
suhu tubuh
Sebelum
sakit : Pasien mnegatakan jika dingin
memakai jaket dan
slimut jika panas pasien hanya memakai baju
yang
tipis dan menyerap kringat.
Saat dikaji : Pasien tidak memakai baju dan hanya
memakai sarung
dan slimut , suhu 36,4oC
9)
Rasa
aman dan nyaman
Sebelum
sakit : Pasien merasa aman dan
nyaman.
Saat dikaji : Pasien merasa tidaknyaman karena
badannya terasa
nyeri seperti terbakar.
10)
Komunikasi
Sebelum
sakit : Pasien mengatakan dapat
berkomunikasi dengan
orang lain dengan lancer baik bis
amenggunakan
bahaasa jawa dan Indonesia.
Saat dikaji : Pasien mengatakan kawatir bila
penyakitnya tak
sembuh.
11)
Bekerja
Sebelum
sakit : Pasien bekerja sebagai petani.
Saat dikaji : Pasien tidak bisa melakukan kegiatan seperti
biasa
12)
Ibadah
Sebelun
sakit : Pasien mnengatatkan beragama
islam dan biasa
menjalankan
sholat 5 waktu.
Saat dikaji : Pasien dapat menjalankan ibadah sholat
5 waktu.
13)
Rekreasi
Sebelum
sakit : Pasien mengatakan untuk mengisi
waktu luangnya
passion slalu berkumpul dengan kluarga terdekat atau
keluarga.
Saat dikaji : Pasien hanya tiduran ditempat tidur dan
berbincang-
bincang dengan kluarga dan pasien
sebelahnya.
14)
Belajar
Sebelum
sakit : Pasien mngatakan tidak
mengetahui tantang penyakit
sekarang.
Saat dikaji : Pasien mendapatkan informasi tentang
penyakit dari
dokter dan perawat.
4.
Pemeriksaan
fisik
·
Tanda-tanda
vital
1) Keadaan
umum : compos
mentis
2) Tekanan
darah : 120/70 mmHg
3) Nadi :
70 x/menit
4) Suhu :
370C
5) Respirasi : 25 x/menit
·
Head
to toe
1) Kulit
dan rambut
Inspeksi
Warna kulit : merah muda (normal), tidak ada lesi
Jumlah rambut :
tidak rontok
Warna rambut :
hitam
Kebersihan rambut :
bersih
Warna kulit sawo matang, terdapat eritema.
2) Kepala
Inspeksi :
Bentuk simetris antara kanan dan kiri
Bentuk kepala
lonjong tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
3) Mata
Inspeksi : Bentuk bola mata lonjong, sklera ikhterik.
4) Telinga
Inspeksi : Ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri,
tidak ada serumen pada lubang
telinga, tidak
ada benjolan.
5) Hidung
Inspeksi : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan.
6) Mulut
Inspeksi :
Bentuk mulut simetris, lidah bersih, gigi bersih,
mukosa lembab.
7) Leher
Inspeksi :
Bentuk leher simetris, tidak terdapat benjolan
di
leher.
Palpasi : ada nyeri telan.
8) Paru
Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
Palpasi : getaran lokal femitus sama antara
kanan dan
kiri
Auskultasi :
normal
Perkusi :
resonan
9) Abdomen
Inspeksi :
perut datar simetris antara kanan dan kiri
Palpasi : tidak ada nyeri
Perkusi :
resonan
5.
Pemeriksaan
penunjang
a)
Pemeriksaan laboratorium:
Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat
membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.
b)
Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan
kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan
tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial
berat.
c)
Determine renal function and evaluate urine for blood.
d)
Pemeriksaan elektrolit
e)
Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika
infeksi dicurigai terjadi.
f)
Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy
(EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan.
g)
Chest radiography untuk mengindikasikan adanya
pneumonitis
h)
Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat
mendukung ditegakkannya diagnosa.
B.
Analisa
data
No.
|
Tgl/jam
|
Data fokus
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
Ds:
-
Pasien mengatakan nyeri
seperti panas terbakar
Do:
-
Kulit terlihat kemerahan
-
Eritema
-
Terdapat bula dan terjadi
pupura
|
Inflamasi dermal dan epidermal
|
Gangguan integritas kulit
|
|
2.
|
Ds:
-
Pasien mengatakan kesulitan
saat menelan
-
Pasien mengatakan tidak
selera makan
-
Pasien mengatakan nyeri saat
menelan
Do:
-
Berat badan menurun
-
Pasien terlihat pucat dan
lemah
|
Kesulitan menelan
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
|
3.
|
Ds:
-
Pasien mengatakan nyeri
-
P: nyeri saat bergerak
-
Q: seperti terbakar
-
R: dikulit
-
S: 7
-
T: saat bergerak
Do:
-
Pasien tampak menahan nyeri
-
Pasien tampak merengek
|
Inflamasi pada kulit
|
Nyeri akut
|
C.
Diagnose
keperawatan
1)
Gangguan integritas kulit yang berhubungan
dengan inflamasi dermal dan epidermal.
2)
Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
3)
Nyeri akut berhubungan dengan
inflamasi pada kulit.
D.
Intervensi
keperawatan
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1.
|
Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
inflamasi dermal dan epidermal
|
Diharapkan
inflamasi dermal dan epidermal berkurang
kriteria hasil : Menunjukkan kulit dan jaringan
kulit yang utuh
|
Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi
dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi.
Inspeksi kulit pasien setiap pergantian tugas
jaga,dokumentasi kondisi kulit dan laporkan setiap perubahan keadaan.
Lakukan perawatan luka pada kulit agar infeksi tidak meluas dan untuk
mempercepat proses penyembuhan.
Ubah posisi pasien minimal 2 jam dan ikuti jadwal
pengubahan posisi yang dipasang disamping tempat tidur Pantau pengubahan
posisi.
Kolaborasi dengan tim medis
|
2.
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kesulitan menelan
|
Setelah dilakukan
pemenuhan nutrisi selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
·
Menunjukkan berat badan stabil.
Peningkatan berat badan
|
Kaji
kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai.
Berikan
makanan dalam porsi sedikit tapi sering.
Hidangkan
makanan dalam keadaan hangat.
Kolaborasi dengan ahli gizi.
|
3.
|
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kulit
|
Setelah dilakukan perawatan pemenuhan rasa nyaman
selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
Klien melaporkan nyeri berkurang.
Menunjukkan ekspresi wajah rileks.
Postur tubuh rileks.
|
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan
intensitasnya.
Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada
area yang sakit.
Pantau TTV.
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
|
E.
Implementasi
keperawatan
No.
|
Tgl/jam
|
Diagnosa
|
Implementasi
|
1.
|
Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
inflamasi dermal dan epidermal
|
Mengobservasi
kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya
yang terjadi.
Menginspeksi
kulit pasien setiap pergantian tugas jaga,dokumentasi kondisi kulit dan
laporkan setiap perubahan keadaan.
Melakukan perawatan luka pada kulit agar infeksi tidak meluas dan untuk
mempercepat proses penyembuhan.
Mengubah posisi
pasien minimal 2 jam dan ikuti jadwal pengubahan posisi yang dipasang
disamping tempat tidur Pantau pengubahan posisi.
Mengkolaborasi
dengan tim medis.
|
|
2.
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kesulitan menelan
|
Mengkaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai.
Memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering.
Menghidangkan makanan dalam keadaan hangat.
Mengkolaborasi dengan ahli gizi.
|
|
3.
|
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kulit
|
Mengkaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan
intensitasnya.
Memberikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada
area yang sakit.
Memantau TTV.
Mengkolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
|
F.
Evaluasi
No.
|
Tgl/jam
|
SOAP
|
1.
|
S: pasien
mengatakan tidak merasa nyeri seperti terbakar.
O: Menunjukkan
kulit dan jaringan kulit yang utuh.
A: masalah
keperawatan teratasi.
P: hentikan
intervensi.
|
|
2.
|
S: pasien
mengatakan sudah tidak mengalami kesusahan menelan.
O: berat badan
pasien dalam rentang normal.
A: masalah
keperawatan teratasi.
P: hentikan
intervensi.
|
|
3.
|
S: pasien tidak
merasa nyeri lagi
O: pasien
terlihat rileks
A: masalah
keperawatan teratasi.
P: hentikan
intervensi.
|